Lagi-lagi hari yang melelahkan, hanya bisa diam
ditengah-tengah kerumunan orang. Mengapa sulit sekali bergaul dengan mereka,
teman-teman yang padahal bertemu muka setiap hari di kampus. Tak perlu waktu
lama bagiku untuk segera terlelap setelah menghempaskan badanku ke kasur.
“Ver, bangun ver! Bahaya!”
Teriakan itu membuatku terduduk dengan cepat. Kulihat Haris
berdiri disana dengan wajah panik. “Cepet Ver, kita harus kabur!”
“Kenapa Ris? Kenapa lo panik banget?” tanyaku. “Udah ga ada
waktu, kita bakal dibunuh. Ayo lari!”
Aku memutuskan percaya pada sahabatku ini. Kusambar gagang
pintu dan lari keluar rumah. Perlu beberapa menit bagiku untuk membuka semua
pintu sampai keluar. Ketika sampai di luar, aku segera berlari mengikuti Haris.
Kami berlari begitu cepat, terlalu cepat untuk jalanan yang hanya diterangi
lampu jalan muram, sehingga aku beberapa kali terjatuh. Kami sampai di pinggir
kebun pisang. Saat aku berpikir untuk memutar, Haris justru masuk ke dalam
kegelapan kebun tanpa memperlambat larinya. Mengabaikan rasa takut yang
menerpaku, aku segera berlari menyusul Haris, satu-satunya sumber cahayaku di
tengah kegelapan yang jahat dan berkabut ini.
Haris berlari begitu cepat, aku hanya sempat menangkap
bayangan punggungnya sebelum hilang dalam belokan. Tiba-tiba Ia berhenti di
balik sebuah gundukan tanah. “Ver, kita harus masuk sedikit lebih dalam lagi”
katanya tanpa terengah-engah sedikit pun. Kali ini tanganku di tuntunnya, masuk
semakin dalam ke kebun yang luas ini. “Ris gue takut disini. Kita ga bisa ke
tempat lain?” pintaku memelas. Haris tidak menghiraukan, terus menarik tanganku
masuk ke dalam kegelapan.
“Aw!” jeritku. Aku menginjak sebuah batu bundar yang
dipenuhi lumut, membuat kakiku tertekuk dan tertekan berat badanku. Aku
mengerang kesakitan, menggema di malam yang sunyi itu. Aku terduduk sambil
memegang kakiku. Haris menyusul duduk, wajahnya terlihat khawatir. “Ris kaki
gue sakit banget. Kayaknya ga bisa jalan lagi deh. Kita sembunyi di sini aja
bisa?” tanyaku.
Sunyi.
“Haris?” aku memanggil. Nihil, tidak ada jawaban. Aku menengok
berkeliling, dia tidak ada dimana-mana. Hanya ada pepohonan, kabut, dan
kegelapan.
Kesadaran menamparku.
No comments:
Post a Comment