Wednesday, November 23, 2022

Don't Waste Your Life

 Author: John Piper (2007)



"God created us to live with a single passion to joyfully display his supreme excellence in all the spheres of life.

The wasted life is the life without this passion.

God calls us to pray and think and dream and plan and work not to be made much of, but to make much of him in every part of our lives."

How to apply this passion in secular works?
  1. We can make much of God in our secular job through the fellowship that we enjoy with him throughout the day in all our work. We work with God, by breathing continual thanks to Him and taking God's promises to work.
  2. We make much of Christ in our secular work by the joyful, trusting, God-exalting design of our creativity and industry. God created us for work so that by consciously relying on His power and consciously shaping the world after His excellence, we might be satisfied in Him, and He might be glorified in us. 
  3. We make much of Christ in our secular work when it confirms and enhances the portrait of Christ’s glory that people hear in the spoken gospel. By having such high standards of excellence and such integrity and such manifest goodwill that we put no obstacles in the way of the gospel but rather call attention to the all-satisfying beauty of Christ.
  4. We make much of Christ in our secular work by earning enough money to keep us from depending on others, while focusing on the helpfulness of our work rather than financial rewards. “Do not work for the food that perishes, but for the food that endures to eternal life, which the Son of Man will give to you” (John 6: 27).
  5. We make much of Christ in our secular work by earning money with the desire to use our money to make others glad in God. Work to have to give.
  6. We make much of Christ in our secular work by treating the web of relationships it creates as a gift of God to be loved by sharing the gospel and by practical deeds of help. “Faith comes from hearing, and hearing through the word of Christ” (Rom. 10: 17).

Tuesday, October 11, 2022

Friday, February 4, 2022

Fanati koremsium

Ini adalah cerita tentang seorang pemuda yang berasal dari Negeri Jiran. Pasti kita bertanya, apa itu Jiran? Jiran adalah keadaan ketika sepatu bertemu dengan air hujan. Jiran adalah seikat kebersamaan yang menari di tengah api. Jiran, adalah kita. 


Cukup tentang Jiran, mari kita masuk ke inti cerita. Seorang pemuda itu menangis, menjerit, memekik sekuat hatinya mengijinkan. Tidak ada yang menghiraukannya. Semua orang sibuk dengan kehidupan masing-masing. Itulah resiko tinggal di Ibu Kota, pikirnya. Untung saja ada seorang bijak yang baik hati, mengijinkan kepalanya mengitari bahaya tersebut.


“Tolong!”, teriak orang bijak tersebut.


“Apa yang terjadi?”, pemuda tersebut tergesa-gesa menghampirinya, meninggalkan jejak-jejak makanan yang jelas terlihat.


“Aku tidak bisa memangsa cucuku,” tangis orang tersebut.


“Kamu ditakdirkan untuk itu. Hanya kamu yang mampu!”, pemuda tersebut memegang pundak sang orang bijak dan mengguncangnya keras. Guncangan itu terasa sampai ke telinga Sri Ayu.


“Cukup!”, Sri Ayu mengibaskan selendangnya dan terbang menuruni bumi. “Lepaskan dia atau aku akan teriak!”


Pemuda tersebut terkekeh.


“Ilmu kamu tidak cukup kuat Sri Ayu!”, pemuda tersebut mengambil batu kerikil dan melemparkannya ke arah Sri Ayu.


“Bagaimana kamu tahu namaku?!”, Sri Ayu yang terkejut kehilangan keseimbangan, terhuyung jatuh ke arah selatan. Sri Ayu merasakan batu kerikil melesat sedikit di atas kepalanya.


Suara letusan terdengar keras.


Fanati koremsium”, suara tersebut diucapkan sang bijak, tetapi suara yang muncul sama sekali bukan suaranya.


Pemuda tersebut melihat ke arah seorang bijak yang masih dipegangnya, namun dia hanya mendapati sepasang mata merah menyala yang memandangnya penuh kebencian.


“Sri Ayu! Kemana tubuh pria ini?!”


“Aku mencoba menghentikanmu”, ujar Sri Ayu pelan. “Orang itu adalah Robert sang Penakluk”


“Tidaaaaak!!”, teriak pemuda tersebut. 


Namun semua sudah terlambat. Sepasang mata yang merah menyala tersebut berubah menjadi kawah putih. Pemuda tersebut seperti tersedot masuk ke dalam tanah, semakin lama semakin cepat. Seluruh tubuhnya kini telah meleleh, menyisakan dua bola mata yang melayang di udara. Kawah tersebut berubah menjadi merah, sangat merah sehingga hari seakan berubah menjadi senja. Pusaran air muncul di dalam kawah tersebut, menelan semua yang ada di sekitarnya. Sama cepatnya seperti kemunculannya, pusaran tersebut kemudian hilang, menyisakan dua bola mata yang kini berwarna merah menyala, yang jatuh ke tanah dan bergulir tanpa arah.


Sri Ayu melepaskan selendangnya, membungkus kedua bola mata tersebut dengan selendangnya.


“Terima kasih cucuku”, Sri Ayu mendekatkan gulungan selendang itu ke wajahnya yang penuh air mata.


Fanati koremsium, batin Sri Ayu sambil terbang menjauh.


How to Win Friends and Influence People

 Author: Dale Carnegie Originally published: October 1936 Self note Practical – Every day Become genuinely interested in other people Smile ...