Part 1
Part 2
Aku mengunyah donat gula dengan rakus. Donat ini benar-benar enak. Kuselingi dengan menyeruput kopi, cairan yang kuharap dapat membantuku terjaga setidaknya selama dua jam lagi. Mengantuk di atas motor tua dengan ban yang sudah botak tentu bukan ide yang bagus. Lamunanku buyar oleh deringan telepon.
Part 2
Aku mengunyah donat gula dengan rakus. Donat ini benar-benar enak. Kuselingi dengan menyeruput kopi, cairan yang kuharap dapat membantuku terjaga setidaknya selama dua jam lagi. Mengantuk di atas motor tua dengan ban yang sudah botak tentu bukan ide yang bagus. Lamunanku buyar oleh deringan telepon.
“Pak
ada kasus…” suara di seberang sana terputus oleh eranganku. Tanganku terkena
kopi panas saat sebelumnya kubanting ke meja. Kasus?? Saat pergantian shift kurang dari satu jam lagi? Alam
semesta pasti sedang mengejekku! Kuambil kunci motor polisi sambil mengemas
beberapa perlengkapan penyelidikan. Betapa aku ingin menaiki motor tuaku dan
pulang ketimbang menaiki motor besar ini dan pergi ke antah-berantah.
Sampai
di tempat kejadian, aku tak sanggup berpikir jernih. Kebun pisang yang sama, kondisi
mayat yang sama, tangisan wanita paruh baya yang sama. Aku yakin pernah
mengalami ini sebelumnya. Alam semesta bukan hanya mengejekku, namun juga
menyeretku ke dalam keanehan ini. Setelah penyelidikan selesai, aku kembali ke
kantor. Bukannya pulang, aku malah membuka-buka catatan kasus. Setengah girang
dan setengah takut, kutemukan data kasus yang kucari.
Dua puluh tahun yang
lalu, seorang anak hilang dari rumah sakit jiwa. Anak itu ditemukan di atas
pohon juga dengan tubuh terpelintir. Kasus ditutup dan dianggap sebagai sebuah
kecelakaan. “Roti jalang!” umpatku. “Gimana bisa hal kayak gini dianggap
kecelakaan sih. Semoga kamu udah damai sekarang..” aku berhenti sejenak untuk
mencari-cari nama anak itu. “Ah, Haris.
Semoga kamu damai ya Nak”.
No comments:
Post a Comment